SOCIAL MEDIA

Senin, 28 Oktober 2013

Kangen part 1

Bismillah.
Kangen sama siapa?
Haha...
Pertanyaan yang kalau diajukan didepan mataku, pasti udah bikin aku kelabakan buat ngejawabnya...
Karena jawaban dari lubuk hati paling dalamnya bakal bikin aku malu parah.
Hm, sebenarnya sekarang nggak kangen dengan seseorang secara spesifik dan kangen akut gitu.
Kangen yang aku rasakan lebih kepada kangen terhadap objek2 tertentu. Benda mati.
Aku kangen suasana bara di sore hari.
Aku kangen sekret bem saat sholat jumat, ngumpul bareng temen2 perempuan.
Aku kangen alfath saat pagi2.
Aku kangen lab2 itp saat sore2.
Aku kangen suasana kelas yang berisik.
Ah, aku kangen banyak hal, hiks T.T
~bakal bersambung~

Minggu, 20 Oktober 2013

Blue Moon

Bismillah.

Hua...finally....beneran gak nonton konser CN Blue pertama kali di Indonesia.
Sedih parah T.T
Timingnya gak tepat banget T.T
Gak bisa dibawah langit Indonesia yang sama pula T.T

Jadilah, seharian tadi dan kemarin ngegalau bareng Qori yg juga boice.
Teriak2 sedih kalo liat update-an twitter soal Blue Moon Jakarta.
Hua....

Selamat ya, buat boice Indonesia yg bisa nonton and enjoy konsernya uri oppa. Keren parah sih kayaknya kalo liat foto-fotonya.

Dan, mereka langsung pulang ke Korea beres konser banget. Ya lah, sibuk banget pasti mereka.

Huhuhu...say goodbye to cn blue, semoga suatu saat bisa beneran ketemu face to face. Hahaha....mimpi parah.

Image credits to : @tannyboice @boiceina

Jumat, 18 Oktober 2013

Kita semua punya Pemira

Bismillahirrahmaanirrahiim,
Beberapa hari terakhir, saya merasa cukup kangen dengan kampus dan segala yg berkaitan dengannya.
Apalagi saat mendengar kabar bahwa sahabat saya dirawat di rumah sakit dan ibu sahabat saya yang lain meninggal dunia.
Semakin saja saya ingin pulang ke Indonesia.
Tapi, jelas, itu tidak mungkin saya lakukan. Jadi, saya mencoba bertahan hidup disini dengan segala perasaan yang mendera.
Karena rasa kangen itulah, saya jadi amat kepo dengan hal-hal yang berkaitan dengan kampus.
Saya jadi rajin mengecek medsos hal-hal yg sedang in di kampus.
Include, pemira.
Saya tahu kalau di KM ipb bakal ada 3 calon pasangan untuk nantinya mengemban tanggungjawab sebagai presiden dan wakil presiden KM ipb.
Jujur saja, banyak nama dari 3 calon pasangan itu yg asing alias saya tidak kenal.
Hehe. Maklum saja, saya tidak terlalu banyak kenal orang di kampus.
Dan, saya cukup sedih, saat saya tahu bahwa di fakultas merah saya, tidak ada mahasiswa yg mengajukan diri untuk menjadi calon ketua BEM fakultas.
Tahun ini seharusnya adalah tahun bagi mahasiswa angkatan 2011 untuk memimpin fakultas.
No offense, karena saya pribadi merasa bersalah, belum mampu menunjukkan sisi keindahan dalam keterlibatan saya berada didalam badan eksekutif mahasiswa.
Saya yakin bahwa banyak sekali kebaikan dan pembelajaran yang bisa saya ambil dalam lewat setengah tahun kepengurusan di bem dan hal itu yang membuat saya sedih, jika di tahun depan, kebaikan dan banyak sekali pembelajaran tersebut tidak bisa dirasakan oleh adik-adik tingkat saya karena BEM dibekukan.
Dan penyebabnya sederhana, karena sampai detik ini tidak ada mahasiswa yang mengajukan dirinya untuk berkorban lebih banyak.
No offense untuk kedua kalinya, karena memang menjadi seorang ketua BEM itu bukan hal yg mudah.
Saya melihat dia yang merasa tertekan, tertuntut, dan tersakiti dari jarak yang cukup dekat.
Saya melihat dia yang berusaha menyelesaikan banyak urusan eksekutif mahasiswa sambil terseok-seok menyelesaikan urusan pribadinya, dia yang mendahulukan kepentingan segenap mahasiswa fakultas merah daripada kepentingan pribadinya.
Dia yang saya yakin mengeluarkan pengorbanan harta,jiwa, dan raga tanpa pembayaran duniawi apapun.
Saya tidak bermaksud menyanjung atau memuji siapapun.
Tapi dia atau orang-orang lain yg melakukan pengorbanan semacam itu, benar-benar merasakan cinta pada saudara-saudara sefakultas atau apapun padanannya, sehingga tidak ingin melewatkan kebaikan dan kemanfaatan lain tersalurkan mungkin dari kontribusi menjadi ketua BEM.
Hanya Allah swt yang bisa membalas kebaikan orang-orang yang telah berkorban itu.
Saya berharap bisa membaca kabar baik tentang calon pemimpin fakultas merah. Dia atau mereka yang berbaris untuk melanjutkan menebar kebaikan dan kemanfaatan di fakultas merah.
Allahu a'lam.

Senin, 14 Oktober 2013

Day 7 ; Badminton time



Saya mengaku saja kalau saya tidak pandai bermain badminton. Jadi, kegiatan di hari minggu ini sekedar memenuhi janji kepada bapak-bapak dari Masyindo yang mengundang kami untuk turut serta bermain badminton sekaligus bersilaturahim dengan teman-teman dari Indonesia.

Kami berangkat dengan bus nomor 07 dari bus station didepan kampus NLU. Tiket yang biasa kami gunakan ternyata tidak bisa kami gunakan di rute bus ini, sehingga kami harus membayar 10000 VND. Bus dipenuhi oleh para pemuda kalau saya pikir. Entah mereka mau pergi kemana.

Karena kami tidak tahu tempat latihan badmintonnya, kami pergi ke rumah salah satu mas dari Indonesia yang kami lalu kami kunjungi, namanya mas Badri. Kami lalu naik taksi menuju tempat latihan badminton tersebut. Ternyata kalau kami tahu tempat latihan itu sebelumnya kami tidak perlu naik taksi dan membayar 21000 VND karena tempatnya dilewati juga oleh bus nomor 07.

Kami disambut dengan sangat ramah oleh bapak-bapak Masyindo. Ya, mungkin bagi beberapa mereka, kami ini seperti atau seumuran anak mereka.
Kebanyakan masyarakat Indonesia yang bekerja ke Vietnam adalah bapak-bapak dan mungkin kami-lah yang paling muda diantara masyarakat Indonesia itu. Kami mengobrol dengan beberapa dari mereka, karena sebagian lain sibuk bermain badminton, meskipun pasti mereka menyapa kami.

Kebanyakan bertanya mengenail asal kami, berapa lama akan tinggal di Vietnam dan kesan selama tinggal di Vietnam. Seorang bapak yang tidak jauh usianya dari kami, bercerita bahwa masyarakat Indonesia yang bekerja di Vietnam biasanya minimal menjadi orang kedua di perusahaan/tempat bekerjanya. Misalnya, kalau perusahaan milik orang Korea, masyarakat Indonesia yang bekerja disitu minimal menjadi Asisten Manager. Obrolan menyerempet ke arah pekerjaan, dan bagi seorang muslimah, seperti kami, tidak direkomendasikan untuk bekerja di Vietnam karena kehidupan di Vietnam yang amat hedon. Haha. Kecuali kata beliau kalau ke Vietnam karena menemani suami.

Kami pulang sekitar dhuhur dan melanjutkan aktivitas layaknya manusia normal.

Day 6 ; Doing it alone



Karena persediaan dapur kami terutama sayur-sayuran sudah habis, kami merencanakan untuk pergi ke supermarket pada sore hari.
Pagi harinya kami di rumah saja dan melakukan aktivitas pribadi masing-masing, seperti mencuci, membaca buku, browsing, dll.
Kami menaiki bus 104 untuk sampai di supermarket dan kami berhasil sampai dengan selamat. Kami berbelanja kebutuhan selama kurang lebih seminggu, keranjang belanja didominasi oleh makanan. Berkali-kali kami kegirangan menemukan produk dengan label halal atau produk yang diimpor dari Indonesia.
Ya, begitu saja. Kami pulang sekitar jam 6 pm dengan bus nomor 33 yang berhenti didepan gang tempat tinggal.

~o~

Days 5 : Met the brothers



Hari ini kami pergi ke distrik 1 lagi dan hanya kami berlima. Alhamdulillah, kami bisa naik dan turun bus di tempat yang tepat.
Tujuan kami hari ini adalah ke masjid central Saigon lagi untuk melaksanakan sholat jumat. Karena saya dan teman wanita lainnya sedang tidak sholat, kami menunggu didekat gerbang masjid.

Ha, akhirnya kami melihat banyak sekali penduduk muslim di Vietnam. Yeah, meskipun sangat tidak banyak penduduk asli, tapi, saya merasa senang bertemu dengan warga yang saya duga berasal dari Malaysia dan Timur Tengah. Kami ditawari kurma gratis juga oleh pengurus masjid setempat.
Jamaah di masjid ini sangat banyak, kebanyakan menurut saya adalah penduduk asing yang bekerja di distrik 1. Jamaah yang hadir bisa sampai memenuhi shof paling akhir masjid. Khutbah jumat yang diberikan disampaikan dengan bahasa melayu dan bahasa Vietnam.

Setelah sholat jumat berakhir kami mengobrol di dekat gerbang sebelum pulang, sekedar menanyakan kepada teman-teman laki-laki bagaimana rasanya sholat jumat pertama kali di negeri orang, saat tiba-tiba seorang kakak bertanya apakah kami dari Indonesia.
Senang sekali, akhirnya bertemu saudara senegara. Kami bertemu dengan seorang kakak yang berasal dari jakarta dan sedang melaksanakan pertukaran pekerja di Vietnam selama 2 bulan. Kami mengobrol sebentar, lalu kami bertemu dengan penduduk Indonesia lainnya yang ternyata sudah saya kenal melalui akun facebook dan baru sekarang saya temui bentuk riilnya.
Yeah, momen sholat jumat seperti ini sangat berarti karena kami bisa bertemu saudara sesama muslim dan saudara setanah air.
Kami berbincang sejenak tentang konsulat jenderal Vietnam di Indonesia dan hal-hal lainnya tentang Ho Chi Minh city.
Tidak lama, karena mereka harus kembali bekerja. Kami lalu melanjutkan perjalanan menuju Ben Tanh market untuk kedua kalinya untuk mencari tempat makan siang yang halal di restoran Malaysia. Kami mencari restoran halal yang cukup murah yang tidak seperti pengalaman di restoran halal sebelumnya yang amat sangat menguras kantong kami.
Kami menemukan satu restoran halal. Saya membayar 45000 VND untuk menu nasi, udang sambal, dan telur dadar.
Setelah itu kami pergi untuk menukar uang USD di tempat yang telah kami survei sebelumnya dan sudah kami bandingkan dengan tempat-tempat lainnya, kami mendapatkan 21150 VND untuk 1 USD.
Kami pulang dengan menaiki bus nomor 19 dari bus station di dekat pasar Ben Tanh dan berhenti dekat plang Jotun di daerah Son Tan untuk bertemu dengan seorang kakak dari Indonesia.
Kami pergi ke apartemennya di lantai 10 dan kami cukup nyaman dengan apartemennya. Sewa apartemen per bulannya 6 juta VND dengan fasilitas lengkap seperti tempat memasak, kulkas, mesin cuci, dua kamar tidur dengan tempat tidurnya, serta penggunaan air, listrik, tv kabel dan internet.
Saya sempat tergoda ingin pindah ke apartemen tersebut saat mendengar fasilitas-fasilitas yang disediakan. Namun saat kami pulang dan melewati lingkungan yang ada di sekitar apartemen, saya menjadi sedikit ragu.
Karena mungkin apartemen tersebut berada bukan di lingkungan kampus, jadi terdapat banyak klub.
Kami banyak bercerita dengan kakak dari Indonesia tersebut. Banyak hal sebenarnya yang kami bicarakan. Misalnya tentang Masyindo (Masyarakat Indonesia) di Vietnam yang jumlahnya mungkin sekitar 400an orang di Vietnam Selatan dengan pusat di Ho Chi Minh city. Masyindo disini diakui oleh Konjen maupun Kedutaan sebagai perkumpulan masyarakat Indonesia yang solid dan kompak bila dibandingkan dengan perkumpulan masyarakat Indonesia yang ada di Vietnam Utara. Mungkin hal tersebut disebabkan banyaknya kegiatan yang dilaksanakan sehingga menciptakan kesempatan untuk masyarakat Indonesia di Ho Chi Minh untuk berkumpul.

Kami pulang menaiki taksi Mailinh karena sudah cukup malam dan tidak ada bus yang beroperasi menuju kampus. Kami membayar biaya taksi sebesar 92500 VND untuk 5 orang dan bonus tips 1500 VND untuk sang sopir.
Hari ini membahagiakan, karena di tengah-tengah masalah yang kami hadapi di negara orang, ada sedikit motivasi dan kelegaan bahwa kami memiliki saudara-saudara yang terikat dengan kami.

~o~

Days 4 ; Having the first lecture



Jadwal kami hari ini adalah melihat pameran yang ada di kampus. Semacam pasar kaget kalau di IPB, namun lebih rapi dan tertata. Pukul 9 lebih sedikit kami bertemu Hoang di depan kampus, meskipun kami sedikit terlambat, Hoang tidak berkeberatan karena dia juga baru saja tiba di tempat pertemuan.

Kami tiba di tempat pameran yang menjual barang-barang kebutuhan mahasiswa seperti baju, celana, piring, gelas, pernak-pernik, dan tak lupa makanan. Harga yang ditawarkan juga lebih murah karena pameran ini memang diperuntukkan mahasiswa. Saya membeli souvenir seharga 10000 VND dan kami membeli tempat bekal makan dan gelas masing-masing seharga 8000 VND dan 3000 VND. Kami bertemu dengan teman-teman yang akan menjadi teman sekelas di pameran tersebut dan mereka terlihat senang.
Lalu mereka mengajak kami ke coffee shop (FIT Coffee) dekat asrama. Kami mengobrol dan menumpang wifi gratis disana. Teman-teman mencoba kopi khas Vietnam yang menggunakan saringan diatas gelasnya, cukup heboh saat teman-teman NLU mengajari kami cara menikmati kopi tersebut. Saya hanya melihat saja, karena seperti yang saya sebutkan sebelumnya, sistem tubuh saya tidak terlalu bersahabat dengan kopi. Saya menikmati es teh Vietnam yang gratis dan bisa direfill berkali-kali. Kopi khas Vietnam dihargai 17000 VND dan capuccino 19000 VND. Cukup lama kami berada disana.

Akhirnya kami memutuskan untuk mencoba mengikuti kelas Seminar pada pukul 2 siang. Dr.An mengizinkan kami untuk mencoba dulu kelas Seminar itu, karena beberapa dari kami belum yakin untuk mengambil kelas tersebut. Linh, teman kami menyarankan kami untuk datang lebih awal di kelas. Kami mengiyakan.
Kami memilih pulang dulu ke rumah untuk makan siang dan sholat lalu berpisah dengan teman-teman NLU.
Kami datang ke kelas sesuai dengan jadwal, karena itu kami harus berjalan amat cepat di tengah terik matahari.

Karena masih merasa asing, kami duduk saja di kursi tersisa yang ada di paling belakang barisan.
Dr.An dosen yang akan mengajar kelas Seminar datang sekitar pukul 2.10 pm. Beliau terlihat senang melihat kami ada di kelasnya.
Bahasan hari itu adalah tentang kerangka jurnal dan isinya. Jurnal sebenarnya bukan hal baru bagi mahasiswa semester 7 seperti kami.
Di kelas, kami diminta untuk membentuk kelompok dengan anggota 2-3 orang untuk mendiskusikan isi jurnal lalu mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. Sebenarnya, saya pribadi merasa canggung untuk bergabung dengan teman-teman lainnya dan Dr. An sepertinya melihat kecanggungan itu, karena beliau lalu mengizinkan kami mahasiswa Indonesia untuk berada dalam 1 kelompok.
Melihat suasana kelas di advanced program NLU tidak jauh berbeda dengan kelas ITP di IPB. Mereka berisik sebelum kelas dimulai, mengobrol kesana kemari, dan lain-lain. Saat dosen datang, mereka sekali dua kali harus diingatkan untuk tetap tenang. Saat dosen menjelaskan, 2-3 mahasiswa yang aktif bertanya atau menjawab. Saat teman yang lain presentasi didepan kelas, kadang perlu diancam dulu untuk tetap tenang dan memperhatikan. Dr.An juga mendorong mahasiswa untuk tidak malu aktif bertanya atau apapun di kelas, misalnya saat sesi presentasi, ada mahasiswa yang mungkin terlalu cepat menjelaskan sehingga apa yang mereka jelaskan di depan kelas tidak terlalu bisa kita mengerti, Dr.An mempersilakan kami untuk meminta teman kami tersebut mengulanginya lagi, supaya kami benar mengerti apa yang disampaikan teman kami.
“ You shouldn’t be excellent, you just have to understand step by step.” Itu quote yang cukup berarti yang diucapkan oleh Dr.An sepanjang kuliahnya bagi saya.
Saat Norman dan Ghita mempresentasikan hasil diskusi kelompok kami, teman-teman NLU kelihatan tertarik dan Dr.An amat mengapresiasi hasil diskusi kami, meskipun hasil diskusi kami yang sama temanya dengan kelompok teman NLU mengambil sisi yang berbeda dari yang dipresentasikan teman-teman NLU.

Kuliah berakhir sekitar pukul 4 pm, kami menuju gerbang sekolah melewati pameran yang tadi pagi kami lihat, namun sore itu terlihat lebih ramai. Kami akan pergi bersama teman-teman sekelas untuk melihat festival Mid Autumn.

Menaiki bus nomor 6 dengan perjalanan sekitar 15 menit dan berjalan kaki sekitar 15 menit lagi, kami sampai di sebuah taman kanak-kanak yang juga sudah dipenuhi mahasiswa NLU. Mereka sedang sibuk menghimpun anak-anak kecil di taman kanak-kanak tersebut untuk merayakan festival Mid Autumn. Mereka berbaris dan bernyanyi serta menari sampai sekitar pukul 6 pm. Saya baru tahu bahwa beberapa anak yang ada di situ adalah yatim piatu saat pertengahan acara.
Saat langit mulai gelap, mahasiswa NLU mulai membagikan lampion kepada anak-anak. Kami berlima juga akhirnya mendapatkan lampion tersebut.
Sejak sore, langit memang tampak tidak bersahabat karena mendung, jadi saya menganggap bahwa pada festival tersebut kami tidak akan melihat full moon. Namun, saat saya ikut membagikan lampion ternyata saya sempat melihat full moon itu meskipun hanya sebentar.

Kami pulang sekitar pukul 7 atau 8 pm, saat di perjalanan Ling berkata pada saya bahwa tadi di taman kanak-kanak itu anak-anak bertanya pada Ling kenapa kami melihat sebegitu rupa ke arah mereka. Saya tertawa menanggapi perkataan Ling. Ling saat itu memberikan jawaban pada mereka bahwa kami memandangi mereka karena mereka terlihat sangat lucu, ya, itu memang benar. Anak-anak kecil di dunia manapun memang terlihat lucu.