SOCIAL MEDIA

Selasa, 06 Maret 2018

Sang Pembawa Pesan (1)

Duar!

Satu ledakan membuat Ammar memalingkan wajah ke belakang. Detak jantungnya memburu.

Duar!

Duar!

Dua ledakan berturut-turut. Ammar mempercepat langkahnya. Air car* yang ia parkir lenyap dalam kobaran api.

Layar komunikator milik Ammar tiba-tiba menyala.

"Kau ada dimana?" Suara diseberang tegang.

Ammar buru-buru mengganti mode komunikatornya ke mode suara.

"Lokasi ledakan barusan dekat sekali dengan,"

Suara terputus.

Ammar sadar jaringan komunikator miliknya dirusak.

Apa-apaan ini? Bahkan dirinya juga sudah terlacak?

Ammar menginjak remuk komunikator miliknya, mengenakan jaket dengan hoodienya lalu setengah berlari mengubah haluan. Lokasi yang ditujunya sudah pasti tidak aman.

Ia memutar otak. Tidak ada komunikator, artinya ia dan rekannya sama-sama buta untuk menentukan pertemuan.

Plan B? Di tempat itu?

Ammar teringat lalu bergegas.

Jalanan di sekitarnya mulai ramai karena ledakan tadi.

Dirinya yang berjalan melawan arah semoga tak terlalu menarik perhatian orang-orang.

Dua belokan, lalu jalan besar, sampai penghabisan jalan, di sebelah kanan. Ammar berusaha mengingat letak tempat yang tidak asing namun sudah lama tidak dikunjunginya.

Memasuki belokan kedua, suasana sudah tidak seramai dekat ledakan tadi. Sebenarnya ada ledakan itu pun bukan hal yang luar biasa.

Di zaman kini, tahun 2048, kekacauan dimana-mana.

Ammar bergegas. Hujan mulai turun saat dirinya memasuki jalan besar yang tidak terlalu ramai. Menajamkan pandangan, Ammar melihat siluet seorang pria yang berjalan mondar-mandir di ujung jalan.

"Akhirnya kau sampai." Pria itu memeluknya penuh kelegaan saat melihat Ammar.

"Biidznillah*, brother. Alhamdulillah." Ucapnya.

"Aku tak menyangka mereka mengincarmu sampai sejauh ini."

"Kita memang harus bersiap, brother. Mereka sekarang semakin sigap mengawasi gerakan-gerakan mencurigakan. Mungkin aku kurang berhati-hati."

Hasyim, kakak ketiganya itu menepuk pundaknya.

"Semoga Allah swt kuatkan pundak-pundak kita."

"Aku tak bisa berlama-lama di sini. Sebentar lagi mereka akan bisa menemukanku." Ammar berkata lalu menyerahkan sebuah chip yang tadi ia simpan rapat-rapat di saku kemejanya.

"Berhati-hati lah, brother." Hasyim menerima chip itu lalu memeluk erat adiknya.

"Assalamu'alaikum." Ammar berkata lalu bergegas meninggalkan Hasyim.

Tugasnya selesai untuk sementara waktu. Ia harus pergi jauh untuk menghapus jejak. Ammar teringat komunikator yang sudah dihancurkannya. Tanpa komunikator, segalanya akan sulit.

Sayangnya, pemerintah membatasi kepemilikan komunikator. Hanya satu komunikator untuk masing-masing satu penduduk. Koar-koar pejuang HAM di masa lalu tidak berlaku karena pada akhirnya protes yang ditujukan pada pemerintah berakhir dengan pemberangusan.

Bila semua orang lebih sayang nyawa daripada apapun, siapa yang berani melawan?

~Bersambung~


*Air car: Mobil yang dijalankan di udara, berjalan melayang
*Biidznillah: Atas izin Allah swt






#onedayonepost
#odopbatch5
#tantangancerbung

13 komentar :