SOCIAL MEDIA

Kamis, 30 Agustus 2012

Cinta di Ujung Sajadah

Bismillah,

Haha. Alhamdulillah, kecepatan bacaku meningkat, gak terlalu menyedihkan. Aku menyelesaikan Cinta di Ujung Sajadah nya Asma Nadia dalam waktu beberapa jam.

Agak ngerasa aneh sebenarnya sama diriku sendiri karena tertarik membeli buku dengan judul seperti “ Cinta di Ujung Sajadah “. Tapi, menurutku not bad lah...lumayan juga meskipun aku pribadi menganggap ini bukan yang nomor satu dari karya-karya sang penulis ^_^v.


Ada Rindu di Mata Peri adalah judul awal novel ini sebelum dicetak ulang oleh penerbit Republika.

Novel ini berkisah tentang seorang Cinta -dideskripsikan oleh tokoh-tokoh lain dalam novel ini dan sang penulis- yang memiliki mata seperti peri. (Jujur, rada gak kebayang mata seperti peri itu seperti apa...aku malah jadi keinget telinga elf nya si Legolas, hehe ^_^v)

Kehidupan Cinta rada-rada Cinderella abis, punya ayah yang agak kesulitan menyampaikan kasih sayang pada anaknya –rada-rada abiku banget, ini mah- yang menjadikan beliau terkesan cuek dan dingin. Beliau menyembunyikan rahasia besar soal ibu Cinta, hingga membuat Cinta bertanya-tanya soal ibu yang dianggapnya sudah meninggal dunia.
Ayah Cinta menikah dengan seorang mantan model yang punya dua orang anak cewek yang dia akui agak-agak bikin frustasi. Oke, di bagian ini yang menurutku Cinderella banget.
Cinta punya mama tiri, dua saudara yang iri banget sama dia yang membuat hidup Cinta rada-rada neraka abis...
Then, dia bertemu dengan tetangga depan rumah as prince charming, Makky Matahari Muhammad yang lumayan mencerahkan hari-hari Cinta.

Makky Matahari Muhammad, lucu juga nama Muhammad nya di belakang, kayak nama adik tingkat yang pernah aku baca. Dan...kenapa aku jadi mikir kalo laki-laki identik dengan matahari, (haha. Jadi inget sama The Moon That Embraces The Sun, hehe ^_^v)

Oke, baca sinopsisnya rada-rada mikir kalo novel ini bakal fokus sama Cinta-Makky. Tapi, ternyata gak (untunglah...).
Novel ini mengekspos kehidupan Cinta yang tanpa ibu. Hingga saat usianya yang ketujuh belas, sebuah fakta yang disembunyikan pembantu Cinta membuat Cinta keluar dari zona nyaman hidupnya.
Yeah, travelling time lagi setelah Tahta Mahameru...
Tapi, kali ini bukan kota-kota asing, tapi, alamat-alamat yang dicantumkan dalam novel jelas aku gak tahu...hehe.
Jakarta-Bandung-Jogja.
Cinta berkeliling kota untuk mencari sosok ibu yang sangat dirindukannya.
Mengharukan. Hampir bikin nangis, karena BGM yang aku denger cukup mendukung juga.

Rabu, 15 Agustus 2012

Exploring Indonesia : Tahta Mahameru


Bismillah,

Akhirnya, dengan kemampuan amatirku dalam membaca, selama 3 hari aku menyelesaikan novel Tahta Mahameru.
And?
Daebak!!!
Keren banget banget. Pantaslah kalau novel ini menang di sayembaranya Republika.

Novel ini adalah novel kesekiannya Azzura Dayana yang aku baca. Posisi kedua terbaik setelah Birunya Langit Cinta yang aku baca zaman SMP.

And...sedikit yang aku tangkap dari novel ini,

Tahta Mahameru berkisah tentang seorang Faras, gadis desa Ranu Pane yang cerdas dan baik hati yang kemudian bertemu dengan Raja Ikhsan seorang laki-laki yang dalam perjalanannya menuju Mahameru dalam kondisi dengan karakter sinis, pemberontak, pendendam, namun seorang pemikir sejati.
Karakter pemikir sejatinya itu yang kupikir membuatnya mengajukan tiga pertanyaan pada Faras, pertanyaan-pertanyaan yang menurutku cukup...mencengangkan.
Pertanyaan yang masing-masing diajukan Ikhsan pada Faras selama tiga tahun berturut-turut kunjungan Ikhsan ke Mahameru.
Karena tiga pertanyaan yang saat tahun ketiga Faras tidak bisa menjawabnya, membuat gadis itu pada tahun keempat memutuskan untuk mencari jejak Ikhsan, lewat foto-foto perjalanan Ikhsan yang dikirim lewat email, Faras melakukan perjalanan dari Borobudur hingga Tanjung Bira. Bertekad kuat untuk bertemu dengan Ikhsan dan memberikan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang belum bisa dijawab oleh Faras.
Dalam perjalanannya itu, Faras bertemu dengan Mareta, yang sedang dalam perjalanan ilegalnya alias minggat dari rumah.

Kupikir, inti konflik keluarga yang dialami Ikhsan dalam novel ini agak sinetron abis, tapi sang penulis dengan pro nya bisa membuat konflik yang agak sinetron ini menjadi lumayan keren.


Karena sang penulis secara riil mendaki Mahameru, deskripsi yang dihadirkan sepanjang perjalanan menuju puncak gunung itu lumayan tervisualisasi sama aku.

Tapi, entah kenapa, meskipun novel ini berfokus pada Mahameru dan daerah-daerah sekitarnya, aku malah lebih tertarik pada Makassar dan Suku Bugisnya, yang diceritakan pada bagian perjalanan Ikhsan maupun Faras-Mareta saat ke sana.

Sang penulis dengan gamblang menjelaskan tentang daerah-daerah di Makassar yang selama ini gak pernah aku tahu, beserta keindahan alamnya.

Kalau Korea sering selling daerah-daerah mereka lewat drama maupun reality show nya, sang penulis Tahta Mahameru menurutku dengan suksesnya mengeksplor sisi-sisi positif Indonesia lewat indahnya Tanjung Bira dan pantai-pantai di Makassar yang aku udah lupa namanya -_-“. Gak cuma soal tempat, deskripsi soal karakter suku Bugis dan pelaut-pelautnya membuatku amat tertarik untuk tahu soal karakter ke-suku-an di Indonesia. Apalagi soal perahu pinisi, yang rasanya aku pernah mempelajari saat belajar Sejarah di sekolah dulu, tapi, rasa-rasanya soal perahu pinisi di novel ini lebih menarik ratusan kali lipat ^_^v.

Yeah, novel ini recommended untuk dibaca.

Efek samping dari membaca novel ini adalah...
benar-benar menggoda untuk jadi backpacker dan keliling Indonesia.