SOCIAL MEDIA

Sabtu, 18 Desember 2010

Surat untuk Ibu; We are cool, right?

ki-ka: addib, umi+ikhlas, aku, amali
Hm, sebenarnya kurang pas kalau aku tulis surat untuk Ibu ya, hehe, secara aku sejak lahir selalu memanggilmu, Umi J
So, here it is, something I want to say to you, Umi ku sayang.

Sejak kecil, kita berdua memang nggak terlalu dekat.
TKIT, aku nggak tinggal bareng umi selama kurang lebih setahun. Aku menghabiskan malam-malamku saat TK bersama guru TK ku. Aku nggak tahu, alasan apa yang membuat kalian, umi&abi mengirimku yang masih kecil sekolah amat sangat jauh dari rumah.
Tapi, itu bukan sesuatu yang aku sesali sampai sekarang.
MI(SD), aku tinggal di rumah nenek sampai kelas 3. Lagi-lagi aku jauh darimu, mi. Kemudian saat aku pulang ke rumah, sepertinya adik-adik lebih membutuhkanmu daripada aku.
Aku mengerti itu.
Beranjak sedikit dewasa, kelas 5-6 MI aku ke rumah nenek lagi. Dan aku benar-benar meminta maaf padamu, mi pada masa itu. Aku benar-benar pemberontak. Aku selau membantah perkataanmu dan selalu lebih memilih untuk tinggal di rumah nenek daripada pulang bersamamu.
Mungkin aku benar-benar keterlaluan berontaknya sampai suatu saat, umi benar-benar kelihatan marah dan kecewa karena dengan bertambahnya umurku, aku semakin sering tidak menurut pada umi-abi. Semua perkataan kalian selalu aku cari-cari kesalahannya. Itu berlangsung sampai MTs(SMP) ya, mi?
Kemudian saat kelas 9, sepertinya aku sudah mulai tobat dan aku tahu persis apa penyebabnya. Haha. Itu karena umi-abi menyuruhku ikut liqo. Awalnya benar-benar dipaksa dan aku melaksanakannya cuma karena takut abi marah. Hehe, tapi lama-kelamaan aku menemukan jalanku sendiri dengan berbagai warnanya.
Menurutku, kelas 9, aku benar-benar berubah jadi anak penurut ya, mi?
Saat kelulusan aku mau saja disuruh masuk SMA Negeri tempat abi sekolah dulu. Padahal, semenjak pengumuman UAN MTs, aku sama sekali nggak ingin masuk SMA itu.
Tapi, aku nggak bisa nggak bahagia kok mi, saat melihatmu begitu lega saat di kertas pengumuman, aku tertulis lolos seleksi masuk.
Aku tahu, umi bangga aku bisa masuk SMA itu.
Meskipun pada akhirnya, di SMA itu, prestasi yang kudapat masih nol besar.
Aku meminta maaf akan hal itu.
Saat SMA, kita masih tidak terlalu dekat ya, mi?
Kita jarang banget ngobrol, dll.
Aku pun berfikir, jangan-jangan ini karena aku sendiri. Karena aku yang terlalu menutup diri.
Hm, sepertinya itu memang karakterku, mi. Aku nggak seperti anak-anak perempuan kebanyakan. Teman-teman perempuanku di SMA yang selalu curhat banyak pada ibu mereka. Tentang apa saja. Suatu hal yang amat sangat jarang aku lakukan. Dan itu(cerita ini&itu) memang bukan karakterku. Gimana dong?
Tapi, aku rasa, umi paham karakterku itu. Gimana pun juga, I’m still your daughter, right?
Dan sekarang, setelah aku benar-benar tinggal jauh dari umi, apakah kita masih tidak terlalu dekat?
Haha. Sepertinya iya, ya, mi?
Kita nggak terlalu sering telepon atau berkirim sms. Kita hanya melakukannya kalau ada hal-hal yang benar-benar penting untuk dibicarakan.
Apakah itu buruk?
Ah, tidak juga ya, mi?
Aku menganggap kita berdua terlalu cool. Bukan dalam arti negative kok.
Aku tahu umi selalu sayang aku dengan cara umi sendiri.
Begitu juga aku.
Dan sekarang ini, saat aku sudah hampir dewasa. Aku selalu memikirkan apa yang bisa aku berikan untuk umi.
Ah, waktu itu aku pernah sms umi dan menanyakan soal ini. Tapi, sayang, aku lupa jawaban umi dan sms itu sudah aku hapus.
Tapi, aku tahu kok, umi selalu ingin aku menjadi sholihah dan cepat sukses(cepat kaya, biar bisa mengembalikan semua uang yang telah banyak aku habiskan, hehe.), bukan untuk siapa-siapa, tapi, untuk diriku sendiri.
Dan yang umi-abi tambahkan pada doa ulang tahunku yang ke17 saat SMA, kalian berharap aku bakal bermanfaat juga untuk umat.
Sesuatu yang sekarang ini sedang aku usahakan.
Dan ini kalimat favoritku untuk membalas sms doa kalian; keep by my side, mi, bi.

-regards-

Minggu, 12 Desember 2010

my adventure part 1: Batavia

Kamis, 09 Desember 2010

Oke, sebenarnya perjalanan yang akan aku lalui pada hari ini tidak kurencanakan sama sekali.
Ini dimulai dari pengumuman mantan komti di kelasku yang anak DPM. Dia mengumumkan kalau siang itu bakal ada aksi memperingati hari antikorupsi sedunia di bundaran HI. 
Aha. aku yang saat mendengar pengumuman itu sedang main hp, langsung aja perhatian, dalam hati aku berkata, 'wah, pengen ikut >.<' .
Aku pun mikir2, kesempatan banget nih, hari ini gak ada responsi maupun praktikum, cuma kuliah full, jadi kalau mau bolos...haha, bisa banget.
Temenku yang anak DPM itu ikut ngomporin, katanya waktu kemarin ada aksi memperingati x tahun pemerintahan SBY-Boediono, anak-anak kelasku nggak bisa ikut karena hari itu ada praktikum, jadi, karena sekarang cuma ada kuliah, kita bisa memanfaatkannya. hahaha.

Akhirnya, aku pun ikut bersama beberapa teman sekelasku. Yang cewek bertujuh, yang cowok nggak tahu berapa, pokoknya lumayan gitu.
Kita gabung dengan anak-anak IPB yang lain. Awalnya, kita tahunya bakal naik bus IPB, tapi, ternyata karena ada kendala di perizinan, kita bakal ke jakarta naik kereta terus bus.

Well, gak masalah.

So, jam 11 lebih kita cabut dari student centre naik angkot menuju ke stasiun Bogor. Kayaknya dulu aku udah pernah ke sana, beberapa tahun yang lalu. Tapi, aku lupa juga.
Kita nyampe di stasiun jam 12 lebih dikit. Kereta bakal berangkat jam 12.20, jadi kita-rombongan dari IPB pada sholat dhuhur dulu di mushola yang lumayan mini.
Kita naik kereta apa?
Kereta ekonomi.
Berapa harga tiketnya?
Rp 2000, 00. 
Sama kayak ongkos naik angkot. 
Wow, aku nggak sabar pengen liat keretanya.

Setelah semua kelar sholat, kita menuju kereta yang akan membawa kami ke jakarta.
Kereta masih kosong sih, jadi bisa milih-milih tempat duduk.
Komentar?
Hm, ya, begitulah, seperti fasilitas-fasilitas publik pada umumnya di Indonesia. Kurang terawat, kurang bersih, dll.
Sudah lumayan lama kami menunggu, tapi keretanya nggak berangkat-berangkat juga.
Akhirnya, aku tanya ke temanku yang anak Bogor, 'kapan berangkatnya nih?'
dia menjawab, 'ntar, kalo kereta yang mahal udah berangkat.'
alisku pun mengerut heran mendengar jawabannya.
hah? pengaturan macam apa ini?
Aku pikir, temenku itu cuma bercanda, tapi, ternyata emang bener.
Beberapa saat setelah pakuanexpress-kereta mahal itu-yang ada di seberang rel berangkat, kereta ekonomi gak AC yang aku tumpangi pun melaju.

Woho, pemandangan berupa rumah2 pun tersaji dari balik jendela. 
Aku lupa rasanya naik kereta. Jadi, rada takjub aja waktu perjalanan. Haha. Parah!

Banyak banget pedagang yang lalu lalang di dalam kereta. Yah, namanya juga kereta ekonomi gitu.
Aku kan belum terbiasa melihat yang seperti itu, jadi setiap ada pedagang lewat, aku liatin aja, eh, ternyata beberapa dari mereka berhenti di depanku.
Aduh2, aku kan cuma ngeliatin, nggak niat beli...
Temanku yang anak bogor, ketawa aja ngeliat aku. Dia bilang 'kalo lu ngeliatin, dikira mau beli.' 
Oh...

Perjalanan yg lumayan lama karena kereta berhenti di semua stasiun yang dilewati.
Aksi bakal mulai jam 13 tapi, ini udah lewat.
Alamat telat deh.
Seingatku, jam 14 lebih kita baru nyampe di stasiun Cikini ato kurang ato lewat?
Hoho, lupa.
Karena aku nggak konsen ke jam. Sibuk ngeliatin jakarta.Wkwkwk. Parah!
Setelah sampai di stasiun Cikini, kita naik bus carteran.
Beberapa menit yang gak sebentar berlalu, akhirnya kita turun di jalan. Aku gak tau jalan apa.
Instruksi dari kak presma, kita bakal jalan untuk ngejar massa aksi.
Kita baris rapi dan jalan, diliatin orang-orang.
Tapi, peduli amat.
Aku sibuk ngeliatin gedung-gedung di sebelahku; museum nasional, dll.
Baru beberapa meter, massa aksi mulai keliatan, kita disuruh langsung masuk barisan begitu mereka lewat.
Wow, inilah mahasiswa, dengan idealismenya turun ke jalan untuk beraksi.
Mulailah teriakan2 hidup mahasiswa!, dll. Nyanyi totalitas perjuangan, dll.
Karena saat masuk barisan buru-buru, aku jadi ada disebelah anak UNJ, temen-temenku yang lain menyebar.
Akhirnya, massa aksi berkumpul di depan istana negara.
Kita teriak2 dan mendengarkan orasi yang menuntut penuntasan kasus-kasus korupsi di Indonesia.
Well, seru.
Tapi, semoga itu cuma bukan omong kosong ya.
Suatu saat nanti, kalau kita sudah duduk di kursi pemerintahan, jangan ada yang lupa kalau kita mengusung kebenaran untuk kepentingan rakyat.
Karena barisan rada gak rapi dan aku juga pindah-pindah, beberapa saat kemudian aku sudah berada di sebelah temenku, Resty dan Sekar.
Orasi lagi dan kita disuruh berpencar. Gak boleh berada di sebelah temen yang sama jas almamaternya.
Widih...
Heboh deh.
Aku bergeser dikit dan kemudian aku sudah berada di sebelah anak FKM UI.
Namanya Ambar, semangat banget dia. 
Nggak lama, dia minta tukeran kancing jas almamater.
Haha.
Aksi berlangsung damai.
Tapi, sempet juga hampir rusuh karena bapak polisi mulai emosi. Eh, nggak tau juga siapa yang mulai, karena peristiwa itu terjadi di bagian bunker, sedangkan aku ada di dalam border.
Jauh.


Pukul 16 mendekati 16.30, aksi selesai.
Rombongan dari IPB ngumpul buat foto2 bentar kemudian dilanjut sholat ashar di mushola RRI.
Lelah?
Kakiku sakit.
Tapi, ini menyenangkan.
Pukul 17 lebih kita mulai jalan pulang.
Aku pikir bakal naik kereta lagi. Tapi, ternyata kita bakal touring bus.
Masuklah kita ke shelter busway.
Oho. This is for the first time.
Asyik?
Lumayan. busway penuh banget karena saat itu jam pulang kantor.
Banyak busway lewat tapi, kita ditolak terus karena busway udah kepenuhan.
Tapi, akhirnya aku dan mawar, farah, rizka bisa masuk salah satu busway.
Aku dan rizka bukan orang jabodetabek, jadi bener2 buta. Kita ngikutin farah dan mawar aja karena mereka sepertinya udah hafal jakarta meski mereka orang bogor.
Sepanjang perjalanan aku ngeliat banyak.
Yang paling inget adalah kedubes Jepang, haha.

Kita turun di shelter Dukuh Atas.
Temen-temen yang lebih dulu sampai banyak yang duduk-duduk di shelter.
Ekspresi mereka macam-macam. 
Tapi, kebanyakan kelihatan lelah.
Kami menunggu.
Aku melihat-lihat.
Orang jakarta udah mulai mirip orang new york.
Jalannya cepet banget, keliatan buru-buru. Kalau kesenggol orang dikit, ekspresinya langsung nggak ramah.

Pukul 17 hampir 18 kita ganti bus umum. Kalau naik busway lagi bisa sampe tiga kali lagi. Padahal, sekali aja udah luar biasa ribet.
Kita naik bus damri AC menuju kampung rambutan.
Aku duduk persis di sebelah jendela.
Jadi, bisa melihat jakarta yang beranjak malam. 
Macet.
Aku melihat balai sarbini, planet hollywood, hokahokabento (aku kelaparan saat itu!).
Saat memasuki jalan yang udah mulai lega, jakarta kelihatan cantik dengan bangunan-bangunan pencakar langit dan lampu-lampunya itu.
Haha. Tapi, mungkin akan kelihatan jauh berbeda kalau siang hari.
Pukul 19 udah lewat.
Alamat bakal menjamak sholat maghrib dan isya.

Pukul 20 lewat kita sampai di kampung rambutan untuk berganti bus lagi menuju bogor.
Wow. Luar biasa.
Aku pikir bus nya bakal sama kayak yang tadi.
Besar dan berAC. Jadi, aku bisa tidur sebentar. 
Ternyata, busnya bus kecil yang udah mulai rusak disana-sini.
Hoho. Sabar.
Tapi, aku bisa tidur sebentar kok. Benar-benar sebentar.
Saat mulai masuk bogor rada gerimis, but, it's fine. I have no problew with it.

Pukul 21 kita masuk angkot 32 menuju asrama.
Alamat kena jam malam.
Haha. Walaupun sudah malam, ternyata jalan menuju asrama tetap saja macet.
Ckckck.

Sekitar 21.30 kita sampai di depan gerbang asrama.
Masih dibuka dan belum dikunci.
Tapi, senior residence menanti.
Hufft...
Ada kakak bem km yang mengurusi perizinan. Beliau ngomong dengan SR supaya kami diizinkan masuk asrama. 
Saat itu gerimis, jadi kita berteduh di pinggir2, tidak mendengar perdebatan mereka.
Yang sempat kudengar adalah kakak SR meminta surat izin, tapi karena kita tadi berangkat lumayan buru-buru, surat itu belum diurus.
Akhirnya, kita bisa masuk asrama dengan menyerahkan KTM.
Oho.
That's fine.

Bolos kuliah. Ikut aksi. Melihat-lihat Jakarta. Rasanya menyenangkan.
Yang berikutnya harus lebih menyenangnkan.

-regards-

Minggu, 05 Desember 2010

Kekacauan Harusnya Tidak Membuat Langkah Seseorang Terhenti


Ini evaluasi pribadi dari organisasi yang saat ini aku ikuti. Dewan mushola asrama TPB IPB.

Ini organisasi yang menghandle kegiatan-kegiatan kerohanian Islam di asrama gedungku,  A3.

Jujur saja, di organisasi ini kesolidan anggota-anggotanya masih kurang. Entah teman-teman sedang sibuk dengan agendanya diluar demush(dewan mushola) atau memang kurang komitmen. Dari awal rekruitmen, ada sekitar lebih dari dua puluh orang anggota,tapi pada masa-masa berikutnya, yang aktif hanya sepuluhan orang.

Kecewa?

Aku tentu saja.

Apalagi Pembina demush, senior residence kami. Menurutku seperti itu.

Kegiatan-kegiatan yang kami rencanakan pada awal masa jabatan, 
kabur entah kemana. Akar masalahnya satu kalau menurutku, anggota tidak disiplin(termasuk aku).

Sebagai contoh kecil;  ada program piket imam-kultum shubuh-maghrib, dalam program ini ada rangkaian dimana kita harus keliling A3 dan meneriaki tiap lorong untuk melaksanakan sholat shubuh atau maghrib berjamaah di mushola.

Tapi, pada kenyataannya, program ini belum berjalan optimal sama sekali.

Pada akhirnya yang menghandle tugas ini adalah Pembina demush kami. 

Jujur saja, aku malu.

Malu pada Pembina demushku itu, malu pada teman-teman semua, dan terutama malu pada Allah SWT.

Aku belum bisa menjalankan amanah dengan baik.

Kalau tiba giliranku yang menjadi imam, aku sering bangun terlambat untuk sholat shubuh. Memalukan. Itu salahku sendiri. Bila malam tiba, aku suka begadang dan tidur kelewat larut.

Dan beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 3 desember 2010, saat ada evaluasi besar-besaran semua organisas di gedung A3. Lagi-lagi aku sungguh merasa malu.

Demush menurutku kacau balau. Mungkin seperti itu juga pendapat orang lain yang hadir pada rapat evaluasi saat itu.

Mulai dari program yang berakhir dengan evaluasi negative dan impact demush ke teman-teman A3 masih minim. Ruh Islam belum terasa kental di asrama.

Tapi, aku teringat perkataan lurah gedung A3; evaluasi ada untuk mengemukakan kekurangan-kekurangan program yang sudah dilaksanakan, untuk kemudian dicari solusi permasalahannya dan diperbaiki di waktu mendatang.

Aku sepakat. Sangat sepakat. Sang penghafal 15 juz alquran itu mengatakan hal itu dengan begitu tepat.

Selama masih ada waktu, kita masih memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada dan berbuat yang terbaik.

Meskipun kondisi demush sekarang kacau, aku sangat berharap, teman-teman demush tidak berguguran atau mundur teratur dari demush dengan alasan apapun. Ini ditujukan untuk aku pribadi juga.

Karena kekacauan yang terjadi di demush, bukan untuk dikutuk-kutuk atau disesali, karena kekacauan itu ada untuk membuat kita semakin cerdas dalam menyelesaikan permasalahan.

Terakhir, saya kutipkan penggalan yang amat saya sukai,
“ Wahai orang-orang yang beriman jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. “
Quran Surat Muhammad ayat 7.

-regards-

Kamis, 02 Desember 2010

Saranghae, Love, Ai, Amour, Mahibbah ; you name it


Buku biru itu sudah pernah tenar saat aku di sekolah menengah pertama. Berpindah tangan berkali-kali dan jadi bahan pembicaraan selama berbulan-bulan. 
Dan yang tidak bisa dihindari adalah impact setelah membaca buku biru itu. Sebiru warna covernya, seharu biru kisahnya, oh, segalanya jadi biru karena Birunya Langit Cinta.
Beberapa saat setelah buku biru itu beredar dari tangan ke tangan, aku mulai merasa dikelilingi banyak Dey. Kelas sembilan SMP dan di sekolah bermunculan akhwat-akhwat muda. Jilbaber-jilbaber baru.
Bukan hanya kisah tentang cinta yang menggetarkan yang bisa dijadikan referensi positif di otak tapi, ada figur sholihah Dey di buku itu. Kak Azzura Dayana mengeluarkan cara ampuh untuk mensugesti banyak orang di sekolahku.
Masa SMP telah lewat tapi, kenangan buku biru itu masih bertahan eksistensinya, kurasa.
Aku melanjutkan perjalanan ke sekolah menengah atas. Kita lihat, di sini, peredaran buku-buku Islami berbeda dengan di SMP yang sudah terkondisikan dengan nilai islam sehingga aku dan teman-teman,merasa dekat saja dengan buku-buku Islami.
Di SMA yang kumasuki, buku-buku islami harus bersaing dengan buku-buku fantasi terjemahan, atau buku-buku teenlit yang isinya roman picisan semua.
Tapi, Vina suatu hari, muncul di masjid sayap kanan-yang menjadi markas para akhwat- dengan buru itu.
Buku biru yang amat familiar.
Ah ya, tapi, sebelumnya, ada buku hijau dan merah muda yang lebih dulu berputar diantara anggota akhwat rohis. Buku hijau itu dengan cover umi-abi yang menaiki sepeda berdua, ada di perpustakaan rohis, kayaknya sih, pada zaman senior terlalu sering dibaca sampai sampulnya lepas.
Seru. Di beberapa mentoring, pembicaraan tentang buku hijau ini jadi topik yang mengarah ke nikah muda. Haha.
Oh ya, soal buku hijau itu yang berjudul Nikmatnya Pacar Setelah Menikah membuat anak-anak rohis angakatanku pada saat ramadhan terobsesi mengundang ustadz Salim A.Fillah untuk menjadi pembicara.
Acara yang diisi oleh ustadz Salim A.FIllah itu menjadi acara akbar angkatan kami dan diacungi jempol oleh kakak-kakak senior karena bisa membuat teman-teman satu sekolah excited luar biasa dengan kegiatan keagamaan –suatu hal yang jarang terjadi di sekolahku.
Kembali ke buku biru itu, Vina membawanya dan langsung jadi rebutan teman-teman. Bukan hanya teman-teman rohis saja yang antri ingin membaca kisah Dey, sir Fatah, George, dan Reno tapi, karena Vina sering mengeluarkan buku biru itu di kelas, teman sekelas Vina jadi banyak yang tertarik.
Tidak jauh beda dengan NPSP yang sampul dan jilidannya sudah nggak keruan, BLC punya Vina, tak lama kemudian, yang tadinya bersampul plastik rapi, sekarang sudah banyak sobekan pada sampul plastiknya.
“ Parah. “ kataku yang saat itu melihat BLC dipegang Vina untuk berikutnya dioper entah kepada siapa.
Vina cuma ketawa. Ya, itu memang bukan masalah besar.
“ Siapa yang mau pinjem? “ tanyaku. Haha. Kangen dengan buku itu aku jadi pengen baca lagi.
“ Wida. Kenapa? Kamu mau pinjem? “
Aku nyengir aja.
“ Nggak. Biar Wida dulu. “
“ Oke. “
Itu memang sudah jadi kebiasaanku, membaca ulang buku yang sudah pernah aku baca dan bagus menurutku. Tapi, itu jadi kebiasaan yang aneh buat beberapa temanku yang juga suka baca.
Wida pun muncul dan mengambil buku itu.
Wida salah teman sekelas Vina. Anaknya pendiam, kalau belum kenal. Tapi, kalau udah lumayan dekat, kelihatan deh sifat gokilnya, haha. Dia bukan pengurus aktif rohis, tapi, termasuk yang rajin datang kalau ada kegiatan-kegiatan rohis. Bisa dibilang simpatisan lah.
-o-
Istirahat sholat dhuhur pada suatu siang , aku datang ke masjid lebih awal.
“ Lagi ngapain? “ tanyaku sambil melepas sepatu. Aku melihat Vina sedang membongkar-bongkar lemari perpustakaan, mencari-cari sesuatu. Kebetulan pelataran luar masjid dan ruang tempat sholat dimana lemari perpustakaan berada tidak terlalu jauh, jadi kelihatan saja meskipun aku ada di luar.
Tapi, tampaknya dia sedang sibuk dan tidak mendengarku. Jadi, aku terus saja ke tempat wudhu. Nanti aku juga bisa ketemu dengannya lagi.
Namun selesainya aku sholat dan saat aku akan menghampiri Vina di lemari perpustakaan, aku tidak menemukannya.
Hm, mungkin Vina buru-buru, pikirku. Dia menghilang secepat itu.
Ya sudah, sepenggal kejadian itu berlalu begitu saja.

Sepulang sekolah, di masjid lagi.
Haha. Jangan bosan kalau setting cerita ini banyak sekali mengambil masjid sebagai set nya. Karena apa?
Mari cari tahu.
Lagi-lagi aku melihat Vina sedang membongkar-bongkar lemari perpustakaan. Bukan sedang beres-beres atau berniat merapikan lemari yang memang rada-rada berantakan. Tapi, menurutku mereka sedang mencari sesuatu dan ini malah membuat lemari tambah tidak karuan.
Kali ini, Vina tidak sendiri membongkar-bongkarnya. Kalau Vina membongkar-bongkar lemari bagian kiri, Fani membongkar bagian kanan.
Oke, kali ini aku tidak akan menunda untuk menghampiri mereka.
“ Ehm. Assalamu’alaikum. “ ucapku.
“ Wa’alaikum salam. “ jawab mereka sembari mendongak sebentar dari aktivitas mereka kemudian melihat ke arahku.
“ Ah, kamu, za. “
Mereka melanjutkan lagi aktivitas tadi.
Hebat. Mereka benar-benar sibuk tampaknya.
“ Lagi cari apa sih? “ tanyaku kemudian ikut duduk di dekat mereka.
“ Majalah. “ Vina menjawab singkat. Terdengar tidak ingin diganggu lebih lanjut sepertinya.
Haha. Tapi, aku ingin tahu. Sepenting apa majalah yang dicari mereka ini sampai-sampai aku dicuekin begini rupa.
“ Majalah apa? “
Prak! Oke, tenang, tidak ada yang pecah atau apa.
Ini cuma suara majalah yang sedikit dibanting oleh Fani.
“ Kalian cari apa sih?! “ nada bertanyaku sekarang sedikit mendesak.
Fani dan Vina terdiam sambil kemudian saling memandang. Aha. How romantic!
“ Cerita, please. “ aku akhirnya berkata seperti itu pada mereka berdua.
Kami bertiga sobat karib, jadi aku tahu kalau ada sesuatu yang mereka berdua sembunyikan.
“ Kita lagi cari majalah annida. “ kata Vina.
Yes, what for? “
“ Tahu Wida kan kamu? “
“ Ya. “
“ Dia lagi minta dicarikan majalah annida yang isinya tentang pacaran-pacaran gitu. “ Fani menjelaskan padaku.
Tapi, tidak jelas sama sekali karena keningku berkerut.
“ Ah, udahlah, ceritain ke Izza semuanya aja. “
Fani berdeham bersiap untuk bercerita.
Lalu, ya begitulah. Aku mendengarkan dengan baik dan akan aku beritahu ringkasannya.
Jadi, buku biru Vina ‘Birunya Langit Cinta’ sampai ke tangan Wida. Oh, yeah, kan aku melihat proses dia meminjam.
Ternyata setelah membaca lika-liku kisah cinta Dey, dia terinspirasi akan suatu hal. Apakah itu?
Wida memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan pacarnya. Aku nggak tahu siapa pacar Wida, karena Fani-Vina sepakat untuk tidak membahasa soal pacar Wida lebih lanjut. Aku juga tidak merasa perlu untuk mengetahui lebih lanjut soal pacar Wida.
Masalahnya adalah sepertinya Wida dan pacarnya sudah menjalin hubungan cukup lama dan tidak mudah bagi si pacar Wida untuk menerima keputusan Wida begitu saja.
Aih…ribet amat ya. Aku sepintas berpikir begitu.
Karena hal itulah, Wida sedang mencari referensi alasan-alasan jitu yang bisa membuat pacarnya bisa menerima keputusannya.
Nah, Vina merekomendasikan majalah annida. Karena Vina pernah baca, disalah satu edisinya membahas dengan bagus soal pacaran-pacaran itu.
Tapi, sayangnya, yang dibaca Vina itu edisi lama. Masalahnya lagi, Vina lupa ditaruh dimanakah majalah edisi lama itu.
Ckckck…
“ Ya udahlah, kasih aja NPSPnya Salim A.Fillah. “ kataku mengusulkan.
Ha. Dengan kompak, Vina dan Fani agak mendelik ke arahku.
“ Dasar, Izza! Ntar yang ada si pacar Wida malah ngajak nikah muda. “ Fani menyahuti usulanku.
“ Haha. “  aku tertawa separo.
Hm, kalau dipikir-pikir, iya juga ya.
“ Eh, emang kenapa? Malah bagus kali. “ Aku menimpali, hehe.tapi yang ini tidak serius kok.
Lagi-lagi Vina-Fani mendelik ke arahku.
“ Iya, iya, bercanda kok. Aku bantu cari deh majalahnya. “ kataku.
-o-
Tahu kisah singkat Wida berakhir seperti apa?
Kalau aku bilang sih happy end.
Wida berhasil memberi pengertian yang bagus ke pacarnya dan mereka benar-benar tidak berhubungan pada akhirnya. Meski waktu awal-awal putus, pacar Wida itu masih lumayan sering mengirimkan pesan-pesan singkat. Tapi, nggak lama kok.

Setelah kejadian itu, Wida akhirnya benar-benar dekat dengan semua anak-anak pengurus rohis. Berkontribusi dan sangat bisa diandalkan di rohis. Kalau zaman SMP aku sebut dia, new Dey.
Haha.
Ini kejadian bertahun-tahun yang lalu.
Aku mengingatnya karena aku merasa miris dengan pergaulan pemuda zaman sekarang. Apalagi di kota hunianku yang baru.
Dimana-mana orang berpacaran. Yang nggak punya pacar dianggap freak.
Kupikir pasti ada beberapa yang tahu atau pernah mendengar kalau mendekati zina(pacaran) itu dilarang, oh come on, mereka pasti pernah dapat pelajaran agama kan? Atau nggak?
Tapi, entah berapa yang berani tegas untuk stop berpacaran. Stop mendapat perhatian-perhatian kecil dari sang pacar.
Aih…nampaknya kebutuhan untuk diperhatikan benar-benar mendesak sampai-sampai mereka mengesampingkan aturan Allah SWT.
Ini sebuah renungan juga buatku.
Hm, apa perlu kita tebarkan banyak ‘Birunya Langit Cinta’ supaya muncul banyak Dey yang berusaha menggapai sebenar-sebenar cinta?
-o-
Kisah ini untuk diikutsertakan dalam Lomba Kisah Menggugah Pro-U Media 2010 di http://proumedia.blogspot.com/2010/10/lomba-kisah-pendek-menggugah-pro-u.html