Bismillah
Synopsis
Tokoh
utama di novel ini bernama Nararya Tunggadewi. Seorang terapis di klinik yang
merawat orang dengan masalah skizophrenia, istilah ilmiah untuk orang dengan
masalah kejiwaan. Tokoh cerdas, berhati mulia seperti arti namanya dan ternyata
seperti manusia pada umumnya, punya masalah dalam kehidupannya sendiri. Nararya
dihadapkan pada kenyataan bahwa dia juga berpotensi mengidap skizophrenia
karena tekanan yang dihapinya?
Sekelumit
masalah cinta, pernikahan, perceraian, dan persahabatan dengan Moza dan Angga.
Lalu, interaksinya dengan pasien-pasien yang luar biasa seperti Pak Bulan,
Sania, dan Yudhistira. Juga tentang keteguhan Nararya untuk memulai metode baru
dalam penyembuhan skizophrenia melalui transpersonal. Metode yang tidak umum
digunakan untuk menyembuhkan pasien dengan penyakit mental.
Comment
Hah,
maaf sekali, sinopsisnya cuma sekelumit. Hahaha, jadi inget kebiasaan yang suka
sama sinopsis dengan spoilernya. Kebiasaan yang dicemooh teman-teman terdekat
yang juga suka buku atau film.
Tapi,
memang saya tidak bisa menceritakan dengan gamblang, karena, novel ini...luar
biasa! Jadi, kalian harus membacanya sendiri J
Memang
isinya sangat psikologi, yang bikin saya butuh mikir dan mencerna lebih dulu
untuk memahami maksud yang ingin disampaikan penulis. Tapi, eng ing eng, saya
bisa menyelesaikan novel ini dalam waktu hm, sesiang dan sesorean. Novel yang
psikologi banget tapi bisa membuat saya betah dan kagum karena hal yang diluar
apa yang saya pelajari dan diluar pengetahuan umum kebanyakan bisa dijelaskan
dan diceritakan dengan sangat menyenangkan.
Kalau
udah masuk ke cerita Nararya dkk jadi susah berhenti. Hahaha, tetiba ingat
yang disebutkan di novel ini mengenai beda antara seniman dan pasien
skizophrenia, itu adalah kemampuan mereka untuk bisa kembali ke realita.
Aaaa!!!
Keren deh pokoknya novel ini. Membuat saya jadi punya point of view yang baru
tentang orang dengan penyakit mental. Membuat saya juga jadi harus lebih
berhati-hati menyebut orang dengan masalah kejiwaan dan memperlakukan mereka.
Ah, memang sesering apa saya berinteraksi dengan mereka? Atau emang pernah?
Hahaha. Dan...saya sepertinya jadi lebih memahami diri saya sendiri. Kondisi
tertekan? Halusinasi? Hahaha.
Nilai
sastra dan budaya di novel ini menunjukkan kalau penulisnya itu punya wawasan
yang luas banget mengenai apa yang dia tulis. Jadi suka.
Gaya
bahasanya meliuk-liuk tapi, enak dibaca dan bisa diterima oleh saya yang kadang
suka ngeskip bagian-bagian tersebut.
At
last, terima kasih banyak buat Sekar beserta koleksinya yang sudah meminjamkan
saya novel ini (hahaha, nggak modal banget), membuat saya kembali bersemangat
untuk membaca lebih banyak lagi.