SOCIAL MEDIA

Kamis, 13 Februari 2020

Hunting Oli Mobil Terbaik Ala Ibu


Salah satu target di tahun 2020 ini pengen banget bisa mengendarai mobil. Karena masih belajar sama suami saja, suka dikasih tantangan macem-macem (hadeh). Misalnya, harus rajin 'manasin' mobil. Duh, ngeri-ngeri gimana gitu kalau harus nyalain mesin mobil, ngeri tiba-tiba mobilnya meloncat ke depan sendiri (maafin buibu yang halu dan rada katrok ini).

Sebelum muncul tantangan yang lain, misalnya disuruh ke bengkel nyervisin mobil, terus disuruh beli oli mobil sendiri, dari sekarang lah belajar cari tahu tentang oli mobil terbaik.

HARUS MEMPERHATIKAN APA, SIH, SAAT MENCARI OLI MOBIL?


KARAKTER MESIN MOBIL

Paling gampangnya lihat di manual book mobil tentang spesifikasi mesin mobil dan jenis oli yang sesuai. (Wew, jenis, loh, bukan merek. Duh, gimana, ya, kalau sudah kesengsem sama satu merek tertentu).


Jenis oli ini harus sesuai dengan kondisi mesin dan suhu lingkungan tempat mobil digunakan.

KEKENTALAN OLI

Buat ngurusin kekentalan oli ternyata ada badan internasionalnya. SAE (Society of Automotive  Engineers) menunjukkan tingkat kekentalan oli dan kemampuannya menjaga stabilitas terhadap pengaruh suhu mesin dan lingkungan. Semakin besar angka indeks SAE, maka oli akan semakin kental. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil angka indeks SAE, oli semakin cair/encer.


Angka SAE 10W-40 artinya tingkat kekentalan oli ketika mesin dalam suhu dingin yang ditunjukkan oleh huruf W (for winter/musim dingin) di belakang angka 10. Angka 40 menunjukkan kekentalan oli ketika mesin bekerja. Semakin besar angka tersebut menunjukkan spesifikasi oli semakin kental. 

Oli yang baik adalah oli yang stabil dan mampu mempertahankan kondisi mesin, baik saat suhu rendah maupun tinggi. (Kayak oppa-oppa yang stay cool, calm, confident, dalam berbagai situasi. Eaaa).

BAHAN PEMBUAT OLI

Kita perlu tahu dulu, nih, buibu, bahwa oli bisa dibuat secara sintetis dan ada juga yang terekstraksi dari minyak bumi.  Oli sintetis terbuat dari komponen yang berasal dari minyak bumi dan diproses serta dimodifikasi secara kimiawi.

Oli sintetis lebih unggul, karena kekentalannya lebih stabil pada suhu rendah maupun tinggi, lebih tahan terhadap penguapan, lebih ekonomis pada penggunaan bahan bakar, meminimalisir penyumbatan pada mesin, dan jangka panjangnya lebih ramah lingkungan.

OLI YANG DIBUTUHKAN MOBIL 


Mobil saya adalah mobil keluaran tahun 2008. Incaran suami karena modelnya yang European, tapi teknologinya Jepang punya. Usia mobil ternyata berpengaruh dalam pemilihan oli mobil. Mobil yang usianya 15 tahun ke atas dianjurkan memakai oli yang lebih kental, karena mesin mobil yang mungkin sudah kendur. Tingkat SAE yang dianjurkan untuk mobil keluaran 2000an adalah 20W-50 atau yang di atas 10W-40.

FASTRON MENJAWAB KEBUTUHAN 


Sebenarnya kalau menilik usia mobil, memprioritaskan kekentalan oli mobilnya saja sudah cukup. Ya, nggak, sih?

Tapi, ada yang lebih menarik di antara merek-merek oli yang beredar di pasaran. Yep, Fastron!

Fastron adalah salah satu produk dari Pertamina Lubricants. Siapa yang nggak tahu Pertamina, buibu? Badan Usaha Milik Negara yang pegawainya jadi mantu-mantu idaman (Duh!). Sebab cinta NKRI lah saya melabuhkan hati untuk memilih produk Pertamina Lubricants. Kita dukung produk dalam negeri untuk bisa menjadi perusahaan pelumas kelas dunia. Secara, sejak 2015 Pertamina sudah menjalin kerja sama dengan Lamborghini, menjadi sponsor, official partner, serta dipercaya sebagai pemasok oli Lamborghini lewat produk Fastron SAE 10W-60 di setiap kegiatan balap Lamborghini Super Trofeo dan GT Series di Amerika, Eropa, dan Asia.


Apakah hanya karena cinta NKRI lalu saya memilih Fastron?

Tentu tidak.

Sejak tanggal 10 September 2019 Kementerian Perindustrian memberlakukan aturan SNI Wajib Pelumas Kendaraan Bermotor. SNI ini penting untuk menjamin mutu oli yang beredar di pasaran. Nggak cuma tas dan sepatu branded saja yang ada kw-nya, buibu. Oli pun ternyata ada barang kw-nya. Parahnya, oli palsu ini bisa menyebabkan mesin cepat panas dan bahkan membuat lifetime kendaraan berkurang, misalnya dari 3 tahun menjadi 1 tahun. Nah, Pertamina Lubricants memastikan produk-produk unggulannya telah tersertifikasi SNI sejak tahun 2010.

Fastron juga mengeluarkan varian produk yang sejalan dengan isu kekinian, yaitu lingkungan, lewat produk Fastron Ecogreen.

Ibaratnya, nih, Greta Thunberg, remaja usia 17 tahun asal Swedia itu saja rela berlayar berhari-hari menyeberangi Samudra Atlantik dengan kapal bertenaga matahari agar perjalanannya bebas karbon, demi mengangkat isu pemanasan global, masa' perusahaan yang ingin mendunia nggak melek dengan isu ini, ya, kan? Meskipun Fastron Ecogreen ini masih diperuntukkan untuk mobil LCGC saja, tapi, kita nantikan terus inovasi-inovasi Fastron untuk mobil-mobil di Indonesia, bahkan di dunia.

Soal harga oli mobil incaran saya, bisa ditanya langsung ke SPBU Pertamina terdekat. Kalau buibu kayak saya yang suka membandingkan harga antara toko offline dan online, bisa survei di e-commerce yang buibu senangi. Bisa dicari akun Pertamina Lubricants atau Pertamina Lubricants Official. Harga salah satu varian, yakni Fastron Techno dengan berbagai indeks SAE di salah satu e-commerce, mulai dari 65 ribu rupiah sampai 300 ribu rupiah.  

Jadi, Fastron varian apa yang cocok untuk mobil saya?

Menyontek kata admin instagram PertaminaLub, Fastron Techno lah yang paling pas. Gimana dengan buibu? Di tahun 2020 ini pakai oli apa untuk mobil atau motornya?





Referensi tulisan:
detikoto[dot]com
Monitor[dot]co[id]
Otodriver[dot]com
Otomart[dot]id
Otospector[dot]co[dot]id
Seva[dot]id
Wartaekonomi[dot]co[dot]id
Website resmi Pertamina Lubricants

Credit image:
Unsplash[dot]com

Sabtu, 01 Februari 2020

Uang: Dulu dan Sekarang


Inget banget betapa seringnya, dulu, duit di tangan tinggal puluhan ribu (kurang dari 50 ribu) padahal gajian masih 2-3 hari lagi. Kadang udah mau nyerah, mau ngutang ke ortu karena belum gajian, tapi butuh, lalu ngebayangin malunya, akhirnya nggak jadi.

Tapi, nggak punya uang kayak apa, khawatirnya nggak yang banget-banget gitu. Masih kalem dan eng ing eng, ada aja pertolongan Allah, alhamdulillah ada aja jalannya dapat uang untuk bertahan sampai gajian tiba.

Perasaan kayak gitu sedang saya rindukan. Perasaan bener-bener pasrah.

Karena ngerasanya semakin ke sini, semakin realistis, semakin banyak hitung-menghitung hitam di atas putih, kadang jadi pusing sendiri dan lupa pasrahnya sama Allah.

Mungkin faktor kedekatan dengan Allah dan ibadah yang kurang (sedih). 




Tawakal (pasrah dan ikhtiar) kuat hubungannya dengan takwa. Semakin bertakwa dan baik hubungan seseorang dengan Allah, semakin mudah untuk bertawakal, bukan?

Beberapa waktu belakangan diingatkan bahwa semakin banyak beban yang kita pikul, suplai energinya harusnya ditambah. Kalau buat seorang muslim, energinya nggak cuma energi fisik aja, tapi juga energi ruhiyah (ibadah).

Kalau dulu belum menikah ibadahnya X, harusnya setelah menikah (karena amanahnya bertambah, ada keluarga yang harus diurus) ibadahnya X+2 atau bahkan X².

Dulu bisa selowww banget masalah uang. Gaji nge-pas kayak yang nggak ada khawatir-khawatirnya. Berapapun yang penting halal dan cukup.

Dulu naif juga sebagai anak baru gajian, yang ngerasa cukup dan puas bisa gajian, makan, sebulan sekali makan di Sunny Side Up atau Mujigae, dan paparan kehidupan sosial tidak terlalu bikin kepikiran.

Kalau sekarang? Kayaknya berusaha ngejar terus karena rencana-rencana masa depan. Ada yang bilang, itulah dunia orang dewasa.

Pengennya hati itu terus tenang kalau ngomongin uang. Percaya sepenuh jiwa bahwa rezeki dalam hal ini uang akan cukup, nggak mau ngoyo ngejarnya karena takut jadi hamba harta dan dunia. Tapi? 

Sekarang sedang proses menanamkan mindset bahwa yang dikejar itu ibadah, ibadah, ibadah (dengan berbagai bentuknya). Uang itu akan mengikuti. Karena burung aja yang penting terbang dulu di pagi hari, karena akhirnya di petang hari ia toh pulang dengan perut terisi*. Tapi, ya, usaha terbang dulu.

Sekian tjurhat malam ini :)



*Kutipan hadis:
”Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.”
(HR. Ahmad (1/30), Tirmidzi no. 2344, Ibnu Majah no. 4164, dan Ibnu Hibban no. 402).
Tulisan menarik di Rumaysho.



Nb. Tulisan ini tidak untuk dibenturkan dengan yang membahas pentingnya perencanaan keuangan, ya. :) Melainkan disandingkan. Merencanakan keuangan itu bagian dari ikhtiar mengatur uang yang Allah titipkan, bukan begitu? Agar kalau sudah diatur sedemikian rupa dengan segala plannya, pikiran dan hati kita bisa lebih fokus dengan ikhtiar dan amalan yang lain.