ki-ka: addib, umi+ikhlas, aku, amali |
Hm, sebenarnya kurang pas kalau aku tulis surat untuk Ibu ya, hehe, secara aku sejak lahir selalu memanggilmu, Umi J
So, here it is, something I want to say to you, Umi ku sayang.
Sejak kecil, kita berdua memang nggak terlalu dekat.
TKIT, aku nggak tinggal bareng umi selama kurang lebih setahun. Aku menghabiskan malam-malamku saat TK bersama guru TK ku. Aku nggak tahu, alasan apa yang membuat kalian, umi&abi mengirimku yang masih kecil sekolah amat sangat jauh dari rumah.
Tapi, itu bukan sesuatu yang aku sesali sampai sekarang.
MI(SD), aku tinggal di rumah nenek sampai kelas 3. Lagi-lagi aku jauh darimu, mi. Kemudian saat aku pulang ke rumah, sepertinya adik-adik lebih membutuhkanmu daripada aku.
Aku mengerti itu.
Beranjak sedikit dewasa, kelas 5-6 MI aku ke rumah nenek lagi. Dan aku benar-benar meminta maaf padamu, mi pada masa itu. Aku benar-benar pemberontak. Aku selau membantah perkataanmu dan selalu lebih memilih untuk tinggal di rumah nenek daripada pulang bersamamu.
Mungkin aku benar-benar keterlaluan berontaknya sampai suatu saat, umi benar-benar kelihatan marah dan kecewa karena dengan bertambahnya umurku, aku semakin sering tidak menurut pada umi-abi. Semua perkataan kalian selalu aku cari-cari kesalahannya. Itu berlangsung sampai MTs(SMP) ya, mi?
Kemudian saat kelas 9, sepertinya aku sudah mulai tobat dan aku tahu persis apa penyebabnya. Haha. Itu karena umi-abi menyuruhku ikut liqo. Awalnya benar-benar dipaksa dan aku melaksanakannya cuma karena takut abi marah. Hehe, tapi lama-kelamaan aku menemukan jalanku sendiri dengan berbagai warnanya.
Menurutku, kelas 9, aku benar-benar berubah jadi anak penurut ya, mi?
Saat kelulusan aku mau saja disuruh masuk SMA Negeri tempat abi sekolah dulu. Padahal, semenjak pengumuman UAN MTs, aku sama sekali nggak ingin masuk SMA itu.
Tapi, aku nggak bisa nggak bahagia kok mi, saat melihatmu begitu lega saat di kertas pengumuman, aku tertulis lolos seleksi masuk.
Aku tahu, umi bangga aku bisa masuk SMA itu.
Meskipun pada akhirnya, di SMA itu, prestasi yang kudapat masih nol besar.
Aku meminta maaf akan hal itu.
Saat SMA, kita masih tidak terlalu dekat ya, mi?
Kita jarang banget ngobrol, dll.
Aku pun berfikir, jangan-jangan ini karena aku sendiri. Karena aku yang terlalu menutup diri.
Hm, sepertinya itu memang karakterku, mi. Aku nggak seperti anak-anak perempuan kebanyakan. Teman-teman perempuanku di SMA yang selalu curhat banyak pada ibu mereka. Tentang apa saja. Suatu hal yang amat sangat jarang aku lakukan. Dan itu(cerita ini&itu) memang bukan karakterku. Gimana dong?
Tapi, aku rasa, umi paham karakterku itu. Gimana pun juga, I’m still your daughter, right?
Dan sekarang, setelah aku benar-benar tinggal jauh dari umi, apakah kita masih tidak terlalu dekat?
Haha. Sepertinya iya, ya, mi?
Kita nggak terlalu sering telepon atau berkirim sms. Kita hanya melakukannya kalau ada hal-hal yang benar-benar penting untuk dibicarakan.
Apakah itu buruk?
Ah, tidak juga ya, mi?
Aku menganggap kita berdua terlalu cool. Bukan dalam arti negative kok.
Aku tahu umi selalu sayang aku dengan cara umi sendiri.
Begitu juga aku.
Dan sekarang ini, saat aku sudah hampir dewasa. Aku selalu memikirkan apa yang bisa aku berikan untuk umi.
Ah, waktu itu aku pernah sms umi dan menanyakan soal ini. Tapi, sayang, aku lupa jawaban umi dan sms itu sudah aku hapus.
Tapi, aku tahu kok, umi selalu ingin aku menjadi sholihah dan cepat sukses(cepat kaya, biar bisa mengembalikan semua uang yang telah banyak aku habiskan, hehe.), bukan untuk siapa-siapa, tapi, untuk diriku sendiri.
Dan yang umi-abi tambahkan pada doa ulang tahunku yang ke17 saat SMA, kalian berharap aku bakal bermanfaat juga untuk umat.
Sesuatu yang sekarang ini sedang aku usahakan.
Dan ini kalimat favoritku untuk membalas sms doa kalian; keep by my side, mi, bi.
-regards-