SOCIAL MEDIA

Sabtu, 29 April 2017

A Distance

Bismillah,

Jadi gini ceritanya. Beuh! Berasa mau cerita sesuatu yang penting aja.

Hm, sebenarnya penting nggak penting sih. Cuma mau sharing karena ini jadi pelajaran buat saya sebagai manusia yang sering banget kurang bersyukurnya sama kondisi yang sudah Allah ta'ala kasih.

Seperti tertera di profil saya, kalau per September 2016 kemarin, saya resmi pindah domisili tempat tinggal ke Lampung Tengah. Awalnya berasa sedih dan sepi sih, karena jauh dari keluarga dan teman-teman. Lonely dan nelangsa gitu. Emang agak lebay sih. Dikit-dikit mellow terus nangis, gara-gara pengen pulang. Entah ke Bogor, ke Utan Kayu, atau ke Semarang.

Sebenarnya lama-lama terbiasa juga, berdua sama suami aja di Lampung sana. Apa ya namanya? Mulai betah? 

Tapi, nggak bisa bilang gitu juga sih. Karena kadang masih suka komplain. Indikasi kurang bersyukurnya. Beda banget saya dan pak suami. Kalau mendapati sesuatu yang langka di Lampung, padahal itu biasa banget di tanah Jawa, sering ngeremehin dan memandang sebelah mata. Jelek-jeleknya Lampung diblow up sama saya, padahal sebenarnya nggak jelek-jelek banget. Saya aja yang mungkin waktu itu kayak belum 100 persen ikhlas jauh dari pulau Jawa. Yah, dulu pas bulan-bulan awal sering banget deh kayak gitu.

Sampai akhirnya saya hamil. Rencananya memang insya Allah di bulan ke-7 kehamilan, saya akan pulang ke rumah. Yiey, ke pulau Jawa lagi. Excited banget gitu. Padahal suami saya sedih karena mau pisah dan dia harus sendiri lagi. Ya, sih, saya juga sedih. Tapi, kayaknya suami saya lebih sedih daripada saya. Parah banget!

(Padahal sekarang pak suami kayak tabah-tabah aja. Mungkin karena dia banyak kerjaan? Atau karena dia terbiasa balik lagi ke kehidupan singlenya di masa lalu? Malah saya yang jadi sering ngerasa nelangsa dan sedih.)

Terus saya cerita ke ibu-ibu sekelompok pengajian kalau saya bakal pulang ke rumah orangtua untuk persiapan melahirkan.

Wah, responnya macam-macam, waktu saya bilang mungkin bakal pisah (ini maksudnya LDM/Long Distance Marriage) sama suami sekitar 6 bulan.

Ada yang memaklumi, karena namanya juga melahirkan pertama kali. Pasti butuh bimbingan orangtua yang lebih paham.

Ada juga yang agak kaget, karena itu waktu yang sangat lama buat ninggalin suami.

Nah, soal pendapat yang kedua, ada ibu-ibu yang bahkan meyakinkan saya bahwa 3 hari nggak sama suami aja rasanya nggak enak! Apalagi ini 6 bulan!

Oh, my! Saya waktu itu cuma senyum-senyum agak nggak percaya gitu. Hah? Segitunya ya rasanya berjarak sama suami?

Terus saya ingat juga cerita sahabat saya. Dia cerita kalau sebenarnya dia berencana LDM juga karena melahirkan anak pertama sekitar 3 bulan. Tapi, dia nggak betah gitu dan akhirnya LDM mereka cuma bertahan 3 minggu.


Maksud saya sharing cerita ini yang sebenarnya masih saya pikirkan dan tanyakan ke diri saya, begini nih,

Allah ta'ala itu sudah baik banget lho sama pasangan yang menghalalkan ikatan dengan menikah. Terutama buat yang menikah tanpa perasaan apapun sebelumnya alias 'Pokoknya gue mau nikah aja deh. Sama siapa juga. Gue pengen menjalankan sunnah Rasul.' Udah, gitu doang tuh mikirnya pas mau nikah. (Eh, ini nggak juga bermaksud mendiskreditkan mereka yang menikah karena udah ada rasa duluan loh. Sah-sah aja kok, kayak Fatimah dan Ali. Asal nggak mengumbar-umbar dan tetap menjaga sesuai koridor syariat.)

Mereka (dan mungkin saya? Hahaha. It's a secret lah) yang sebelumnya belum ada rasa cinta (bahkan suka) dengan pasangan, ternyata Allah ta'ala karuniakan rasa cinta untuk mengeratkan ikatan pernikahan yang suci. Apa banget saya nulis begini!

Jadi ingat nasehat Pimred saya sebelum saya menikah, sering tuh kita ngebahas soal rasa cinta pasangan-pasangan yang menikah saat belum mencintai pasangannya. Ini saya nggak bermaksud menyalahi kaidah, kalau menikah, seharusnya dan sebaiknya ada kecondongan kepadanya lho. Insya Allah kalau menikah pasti ada kecondongan, cuma kita menyoroti mereka yang belum naksir, belum cinta, biasa aja, belum ada getaran yang aneh-aneh.

Nasehatnya adalah jangan menyerah, jangan berhenti berdo'a, jangan berhenti berusaha. Minta dan mohon sama Allah ta'ala untuk menumbuhkan rasa cinta itu. Insya Allah pasti perasaan itu muncul kok. Di waktu yang terbaik yang mungkin kita nggak nyadar kapan munculnya.

Tiba-tiba aja nggak nyaman suami pulang malam. Padahal sebelumnya biasa aja dia muncul jam berapa juga.

Tiba-tiba senewen sendiri kalau si dia nge-read wa doang dan nggak nge-balas. Padahal sebelumnya kita cuek-cuek aja.

Tiba-tiba pengen ketemu as soon as possible, padahal udah taken janji LDM 3 minggu.

Ini inti tulisannya apa sih?

Hahaha.

Saya bikin rangkuman aja deh buat reminder versi saya.

Intinya... Banyak bersyukur apapun kondisi kita dan pasangan. Selama masih berdua, insya Allah itu lebih nyaman daripada nggak barengan. (Apa maksudnya ini?!)

Hahaha, saya cuma mau curhat kalau berjarak sama pasangan itu nggak enak.

Lalu, bersyukur Allah ta'ala karuniakan rasa cinta. Entah datangnya super express atau sebaliknya. Asal kita mau berusaha dan membuka hati. 

Eh, tapi, akhir-akhir ini saya malah lagi mikir gimana kalau jadinya cinta banget banget banget sama pasangan? Bingung, bingung, dah!

Udahan dulu ya, saya mau mikir lagi.

Pokoknya bersyukur jadi poin penting supaya kita bisa hidup tenang.

Soalnya nih, kalau kita banyak komplain dengan kehidupan kita yang A. Pengennya yang B aja. Terus Allah ta'ala kabulkan kehidupan B dan ternyata setelah ngejalanin, kita malah nyesel? Nyesek nggak sih kalau kita ingat-ingat kehidupan A yang dulu telah kita jalani? Balik lagi sih, mau dapat kehidupan A atau B, bersyukur! Gitu aja. (Ini nyambung nggak sih sama tulisan-tulisan di atas?)

Sekian segitu aja deh. Khawatir makin ngaco.

Semoga bermanfaat.  


Image credit: http://img05.deviantart.net

2 komentar :