SOCIAL MEDIA

Senin, 14 Agustus 2017

Naik Pesawat dengan Bayi 2 Bulan!


Planning awal sebenarnya nggak mau naik pesawat bareng si bayi di usia sedini itu. Eh, tapi, apa daya, pak suami yang udah dibujuk-bujuk untuk menunda kepulangan ke Lampung nggak berkenan. Ya sudah...

Udah dari jauh-jauh hari deg-degan banget bakal bepergian bareng si bayi. Apalagi naik pesawat. Apalagi pesawatnya pake transit.

Nanya-nanya ke saudara dan teman yang udah lebih dulu debut naik pesawat bareng bayi usia segitu, pesannya adalah pilih jam terbang pas jam tidur bayi dan disusuin saat take off-landing.

Sempat konsul juga dengan dokter anak pas si bayi imunisasi. Kata beliau, amannya nunggu 3 bulan dulu, kalau mau maksa di bawah usia segitu, pastikan kondisi bayi fit, misalnya nggak lagi batuk pilek.

Beliau juga pesan, mendingan saat di ruang tunggu bayi diajak main, supaya nanti pas di pesawat dia tinggal capek dan tidur. 

Saya sebenarnya masih bingung sih apa yang bikin khawatir atau membahayakan saat mengajak bayi naik pesawat? 

Kesimpulan saya beberapa sebabnya adalah khawatir organ pendengarannya belum kuat menghadapi perbedaan tekanan saat naik pesawat dan khawatir bayi tidak tenang alias rewel karena suara bising mesin pesawat.

So, gimana dengan pengalaman saya?

Kita mulai dari memesan tiket.
Jauh-jauh hari, saya sudah pesan pada pak suami pilih maskapai yang anti delay. Pilihan kami jatuh ke dua maskapai, yaitu b4tik air dan 9aruda Indonesia. Setelah menghubungi customer care via email, untuk b4tik air penerbangan dengan infant di bawah usia 3 bulan harus membawa surat keterangan dokter yang masa berlakunya maksimal 3 hari. Beda dengan 9aruda yang tidak mengharuskan surat tersebut kecuali memang ada kondisi kesehatan yang butuh perhatian khusus.

Eh tapi, pas udah di te ka pe, surat keterangan dokter tersebut nggak ditanyakan sama sekali.
Kami akhirnya pergi dengan maskapai b4tik air karena harga tiket yang affordable, hehehe.

Waktu terbang yang kami pilih adalah pukul 3 sore. Waktu terbang Semarang-Jakarta sekitar 1 jam. Transit di soetta sekitar 3 jam dan lanjut lagi Jakarta-Lampung sekitar 30 menit.

Layanan maskapai ini alhamdulillah baik. Hanya yang sedikit mengecewakan adalah kami tidak mendapatkan front seat yang saya dan suami pikir akan diprioritaskan untuk penumpang yang membawa infant. Kami malah mendapat kursi tengah menjorok ke belakang.

Petugas maskapai ramah sekali menyambut kami yang membawa infant. Surat keterangan dokter tidak ditanyakan, tetapi kami diminta untuk menandatangani semacam surat pernyataan. Saya tidak tahu detail isinya, karena pak suami yang mengurus semuanya.

Lah kok malah kemana-mana ya tulisannya. Nggak sesuai judul sub bab. Hehehe.

Soal pesan tiket nggak ribet sama sekali kok. Kami pun baru pesan tiket H-2. Mungkin karena kami nggak ngoyo dapat front seat ya jadi nggak berasa ribet. Hohoho.

Lanjut lagi ya.

Apakah baby saya rewel selama penerbangan?
Saya sih menganggap rewelnya masih wajar. Sempat bikin panik, tapi, so far so good.

Lengkapnya begini.

Dari pukul 10 pagi, saya, si bayi, dan suami sudah siap dengan keberangkatan kami. Maklum perjalanan ke bandara ahmad yani cukup jauh dari rumah kami. Kami juga harus transit sebentar ke rumah eyang buyut untuk berpamitan.

Di sini lah drama dimulai.

Selama perjalanan dengan mobil si bayi anteng-anteng saja karena tidur. Eh, begitu bangun dan sampai di rumah eyang buyut, dia rewel dan baru diam setelah dimandikan.

Sampai di bandara ahmad yani si bayi lanjut tidur. Nggak lama kami menunggu di area luar ruang tunggu bandara ahmad yani.

Karena udara yang panas, kami memutuskan untuk masuk menunggu di dalam dan berpamitan dengan keluarga.

Si bayi pun masih anteng tidur, bahkan saat diganti posisi gendong, dari pake gendongan jarik ke gendongan ssc.

Kami menunggu hingga waktu penerbangan sekitar 1 jam.

Alhamdulillah si bayi nggak rewel atau pun terbangun saat masuk area pesawat-pesawat yang bising dengan suara mesin.

Di dalam pesawat pramugari memberikan sabuk pengaman untuk bayi, tapi, tidak saya gunakan, karena si bayi sudah nyaman di dalam gendongan ssc.

Sebelum take off, suami dan saya sibuk menyumpali telinga si bayi dengan bulatan kapas. Primitif ya? Sebabnya, kami nggak sempat berburu earmuff dan khawatir juga si bayi malah rewel saat dipasangi earmuff.

Saat take off alhamdulillah si bayi masih tidur lelap dan tidak saya susui karena khawatir malah bikin si bayi bangun dan jadi tidak tenang.

Baru lah di separuh perjalanan, si bayi uget-uget bangun, menangis sebentar, tapi tenang kembali saat disusui.

Saat landing pun alhamdulillah si bayi sudah kembali tidur.

Si bayi baru terbangun saat kami mengganti popok dan pakaiannya. Mungkin karena jet lag dan suhu ruangan di ruang ibu dan anak di terminal 1c bandara soetta yang sangat dingin, si bayi mulai rewel dan nangis sejadi-jadinya. Ada kali si bayi nangis sekitar 30 menit dan bikin orang-orang pada ngeliatin. Hahaha... 

Tenang pak, bu, ini asli bayi saya sendiri kok. Alhamdulillah, setelah itu si bayi kembali tidur.
Sampai saya tinggal makan, lalu saya kembali check in melanjutkan penerbangan, alhamdulillah si bayi masih nyenyak. Hanya bangun sekali sebelum naik pesawat menuju Lampung dan tenang kembali saat disusui.
Penerbangan kedua tidak jauh berbeda dengan penerbangan pertama.

Hanya karena terlalu lama muter-muter saat pesawat akan take off dari soetta, si bayi terbangun dan minta disusui. Nangisnya nggak seheboh saat di bandara sih. Tapi, lumayan bikin panik.

Saat landing pun alhamdulillah aman. Terbangun saat bayi-bayi lain nangis, tapi itu juga pas pesawat sudah di daratan lagi.

So far, penerbangan dengan si bayi nggak bikin trauma kok. Cuma masih deg-degan aja kalau keinget, hehehe.

Memang sih sebagai ibu kalau kata saya nggak bisa nolak serangan panik. Nah, yang penting adalah mengelola rasa panik itu. Stay cool aja kalau si bayi nangis dan kita jadi bahan tontonan. Kalau saya, tenangkan si bayi dengan disusui. Kalau dia belum mau tenang juga, ayun-ayun sedikit supaya dia nyaman. Nanti juga reda kok tangisannya.

Soal barang bawaan. Siapkan saja gendongan yang nyaman dan nursing cover. Kalau mau jaga-jaga bisa juga siapkan botol Asip. Pengalaman saya siap sedia Asip malah nggak terpakai karena si bayi ogah minum lewat dot.
Siapkan juga pakaian ganti bayi, sapu tangan, pospak, tisu basah dan kawan-kawannya. Saya juga menyiapkan pakaian atau minimal kerudung ganti, jaga-jaga kalau si bayi gumoh sampai ke pakaian kita. Tapi, alhamdulillah kemarin saya aman-aman aja.

Kalau penerbangan sampai malam hari atau khawatir ac terlalu dingin, siapkan selimut, kaus kaki, dan kaus tangan. Atau bisa juga pakaikan baju bayi yang langsung menutupi kaki dan tangan.

Yiey, alhamdulillah first flight with my 2 months baby girl accomplished! What's next?

2 komentar :

  1. Mb mau nanya efek dr naik pesawatnya gak mengganggu pendengaran si bayinya kan ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai mba, alhamdulillah anak saya udah beberapa kali naik pesawat baik-baik saja mba 😊

      Hapus