SOCIAL MEDIA

Selasa, 27 Februari 2018

Di Dekat Bencana

Mungkin menjadi suatu hal yang wajar bila merasa takut akan kabar terjadinya sebuah bencana. Seperti hari kemarin di daerah tempat tinggal saya, Lampung Tengah. Hujan yang tidak berhenti mengguyur sejak Ahad (25/02) malam hingga Senin (26/02) menyebabkan banjir di beberapa desa. Hujan turun hingga senin pagi, bahkan masih gerimis di siang harinya.

Menurut kabar yang beredar di grup-grup Whatsapp yang saya ikuti, sudah ada korban jiwa akibat hujan deras yang turun semalam suntuk. Penyebabnya korban terseret aliran air saat hendak menyelamatkan diri dari banjir.

Bila memikirkan lalu membayangkan hal seperti itu terjadi pada saya dan keluarga, tentu saya akan merasa sangat panik. Panik kemudian takut. Takut terkena bencana, takut kehilangan orang tercinta, takut mati.

Takut yang semacam itu wajar atau tidak?

Tergantung bagaimana kita mengelolanya.

Saya kutip dari materi Halaqah Silsilah Ilmiyyah (HSI) ustadz Abdullah Roy, takut kepada Allah yang dibenarkan adalah takut yang membawa pelakunya untuk merendahkan diri dihadapan Allah, mengagungkanNya, dan membawanya untuk menjauhi laranganNya dan melaksanakan perintahNya. Bukan takut berlebihan yang membawa kepada keputusasaan terhadap rahmat Allah dan bukan takut yang terlalu tipis yang tidak membawa pemiliknya kepada ketaatan. Takut seperti ini adalah ibadah.

Nah, seperti itulah takut yang seharusnya kita rasakan, mendorong pada makin taat-Nya kita pada perintah Allah swt.

Saya pernah merasakan takut yang sangat yang malah membuat saya kehilangan harapan. Merasa seolah-olah tidak ada gunanya lagi saking takutnya, lalu saya merasa tidak ingin berbuat apa-apa.

Saat sharing dengan pak suami beliau pun menasihati kalau yang saya lakukan itu salah.

Ikhtiar wajib kita lakukan, meskipun takut, khawatir, dan lain-lain. Kalau pun nanti yang kita takutkan terjadi, selayaknya orang beriman, seharusnya kita bisa ikhlas dan mengambil hikmah dari kejadian tersebut.

Pun soal kematian.

Mau kita membangun benteng sekokoh apapun atau mengurung diri dan menghindar sedemikian rupa, jemputan kematian tidak akan terlambat.

So, saya berharap untuk diri saya sendiri, tidak lagi terburu-buru merasa takut akan sesuatu termasuk bencana, melainkan makin giat menggali hikmah.

Hidup di dunia ini singkat, tapi rumit, makin berat kalau kita jadikan penyebab stres (ngomong di depan kaca).

Allahu a'lam.




#ODOPBATCH5
#ONEDAYONEPOST

20 komentar :

  1. Ho-oh Umm, hanya bisa berpasrah dengan terus ikhtiar menjalani hidup yang singkat ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, mbak, fokus ikhtiar dan berdo'a,

      Hapus
  2. MasyaAllah, tulisannya meluruskan rasa takut kita dan meletakannya di tempat yg benar, super sekali.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insya Allah sama-sama belajar kita ya, mbak 😢

      Hapus
  3. Iya bun.. kadang lebih takut dg bencana.. pdhal bencana cuma sebagai utusan Allah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mbak, padahal harusnya lebih takut pd yg menurunkan bencana 😣

      Hapus
  4. Mendekat kepadaNYA, sebuah tulisan untuk kita merenungi sejenak bahwa nantinya kita akan kembali padaNYA. Terima kasih mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mjd pengingat juga utk saya yg menulis, mbak kiky... terima kasih juga sudah berkunjung, mbak,

      Hapus
  5. terima kasih sudah mengingatkan mba :)

    BalasHapus
  6. Balasan
    1. Tulisan mas nya juga enggak kalah keren,

      Hapus
  7. Iya bener. Sebenernya hidup kita di dunia hanya untuk singgah beberapa jam saja. Untuk seterusnya kembali melanjutkan perjalanan.
    Tulisannya merefleksi pikiran bund makasihhh ^^

    BalasHapus
  8. Saya suka bingung, makin tambah usia makin takut rasanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, mbak, mungkin krn yg dikhawatirkan makin banyak,

      Hapus
  9. Terima kasih banyaaaakkk, tulisannya sangat menyentuh

    BalasHapus
  10. Kereennn tulisannya menyadarkan saya yg terkadang menakuti hal yg salah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama mbak, saya pun jg msh sering gitu 😣

      Hapus