SOCIAL MEDIA

Sabtu, 03 Februari 2018

Ngomongin Taat

Suatu hari di suatu grup Whatsapp ada seseorang yang ngeposting tulisan kontroversial yang menyinggung petinggi orang-orang yang ada di grup Whatsapp tersebut.

Maaf ya, kalau openingnya terlalu majemuk dan panjang bikin bingung.

Pokoknya, gitu lah intinya.

Oleh anggota-anggota yang lain, si yang ngeposting itu cuma ditanggapin begini,

"Sudah, ya, tulisan tersebut enggak usah dibahas lagi. Pekerjaan kita masih banyak. Masalah seperti itu intinya kita taat saja."

Saya yang jadi anggota grup tersebut langsung ngerasa pening.

Aduh, duh, gini banget ya, cara mematikan kekritisan orang.

Memang sih, pekerjaan (amanah) kita banyak, tapi bukan berarti kita jadi malas berpikir dan mengkritisi kan?

Taat yang sesuai al qur'an dan sunnah memang harus. Tetapi, bukan berarti kita dilarang untuk bertanya kan?

Rasanya pengen ngebalas begitu di grup. Tetapi, apa daya. Saya mah cuma level junior. Kelas kroco yang mungkin enggak berpengaruh suaranya.

Hahaha, muncul deh inferior complexnya.

Ini nih penyakitnya kalau kita hidup di dunia yang katanya udah merdeka, tapi rasanya ada kasta yang tidak kasat mata.

Sama yang lebih tua harus nunduk-nunduk, sama yang lebih pintar harus manut, sama yang lebih sholeh harus ngikut.

Duh.

Eh, bukannya kita lantas bisa bersikap kurang ajar loh. Sama sekali bukan itu yang saya maksudkan.

Hanya saja, lha mbok ya budaya bertanya atau mengkritisi itu jangan dibumihanguskan. Toh, orang yang bertanya atau mau mengkritisi itu tujuannya bukan menjatuhkan. Melainkan, mungkin saja mereka benar-benar butuh penjelasan dan pemahaman. Pengetahuan yang mentok di kepala mereka membuat sekeliling terasa gelap. Lha kalau yang model begini dibiarkan, terus malah dikatain 'Kerja aja terus. Enggak usah banyak nanya.' Bukannya malah berabe? Kerja sih bisa, tapi kalau gelap kan malah nabrak-nabrak?



Kalau kata saya sih, coba dibuka ruang untuk berdialog. Apa salahnya ya? Toh kalau nanti sudah dapat jawaban, bukannya jadi kebaikan karena memberikan pencerahan untuk orang lain? Kalau yang bertanya masih ngotot atau makin ngelunjak, ya, ini perlunya rem.

Saya jadi teringat cerita pak suami tentang pak FH. Kata suami, beliau pernah bilang, kalau dirinya (FH) senang ketika ada yang bertanya atau mencecar beliau, karena itu membuat beliau terus berpikir dan otaknya menjadi sehat.

Nah, kan?

Pada mau enggak ya otaknya sehat? Atau udah pada malas menanggapi dan bereaksi karena terlalu lelah?


#Onedayonepost
#ODOPbatch5

1 komentar :

  1. Aku tahu nih bau2nya. Ciyeh..
    .


    "Orang yahudi banyak bertanya dlm surat al baqarah makanya mereka diusir"

    Just overheard from some one

    BalasHapus